Ekonomi
Indonesia dari Masa ke Masa
Masa orde
lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat
itu,keadaan ekonomi Indonesia mengalami stagflasi
(artinya stagnasi produksi atau kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi
yang tinggi). Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni
pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi konflik
politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun
sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial
dan ekonomi yangterjadi pada saat itu. Selama periode 1950an struktur ekonomi
Indonesia masih peninggalan jaman kolonial, struktur
ini disebut dual society dimana struktur dualisme menerapkan diskriminasi
dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun tidak langsung. Keadaan
ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda.
Hal ini dikarenakan terjadi nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di
tanah air. Nasionalisasi perusahaan asing yang dilakukan pada tahun 1957 dan
1958 adalah awal periode “Ekonomi Terpimpin” dengan haluan sosialis/komunis.
Sebenarnya politik ini hanya merupakansatu refleksi dari perasaan anti
colonial, anti impralisme, dan anti kapitalisme pada saat itu. Pada akhir
September 1965, ketidak stabilan politik Indonesia mencapai puncaknya dengan
terjadinya kudeta yang gagal. Sejak saat itu, sistem ekonomi yang dianut
Indonesia mengalami perubahan dari pemikiran sosialis ke semikapitalis yang
dalam pelaksanaannya mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi yang semakin
besar. Periode ekonomi ini dimulai sejak proklamasi kemerdekaan hingga jatuhnya
Presiden Soekarno. Perekonomian Indonesia bisa dikatakan sebagai ekonomi
perang, karena pada waktu itu masih terjadi perang antara kaum revolusioner
dengan pemerintahan Belanda yang dibantu
Inggris dan Australia. Situasi politik dalam negeri menjadi tidak kondusif
untuk kemajuan perekonomian. Terjadi banyak pertentangan politik, muncul banyak
partai, adanya keinginan negara kesatuan maupun negara federasi serta negara
agama. Situasi ini menarik perhatian republik sehingga hubungan dengan
pemerintah Belanda makin memburuk. Pada waktu itu pihak swasta dalam negeri
tidak mampu untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda. Perekonomian
Indonesia pada saat itu tidak mendapat perhatian cukup dari pemerintah,
sehingga keadaan keuangan Indonesia memburuk, inflasi tinggi dan
dilaksanakannya kebijakan moneter yang sangat drastis yaitu sanering (pengguntingan uang rupiah
setengah lembar diganti dengan uang baru dan dikembalikan kepada
pemiliknya dan setengahnya lagi ditukar dengan obligasinegara). Setelah
diadakan sanering, keadaan ekonomi Indonesia bukannya membaik namun harga-harga
terus mengalami kenaikan seirama dengan keadaan politik di dalam dan luar
negeri. Sampai akhirnya pada tahun 1965, tercatat tingkat inflasi terbesar 650
persen dengan pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 2-3 persen pertahun.
Keadaan Ekonomi pada masa Pasca kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk. Penyebabnya
antara lain:
1. Inflasi yang
sangat tinggi, akibat beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Ketika itu, untuk sementara waktu Pemerintah RI menyatakan ada tiga
mata uang yang berlaku di wilayah RI. Mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
2. 6 Maret
1946, Panglima Allied Forces for
Netherlands East Indies (AFNEI) atau pasukan sekutu mengumumkan berlakunya
uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu.
3. Oktober
1946, Pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang
Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Banyaknya jumlah uang yang
beredar sesuai dengan teori moneter ini terbukti memengaruhi kenaikan tingkat
harga.
4. Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
5. Kas negara
kosong.
6. Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
ekonomi yang timbul, antara lain:
1. Februari
1946: Konferensi ekonomi dengan tujuan memperoleh kesepakatan yang bulat dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti produksi dan
distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
2. Juli 1946:
Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP.
3. Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mengadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatra dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
4. 19 Januari
1947: Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi).
5. Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 dengan mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
6. Kasimo Plan,
yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian
akan membaik.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Penjajahan
Masa
Pendudukan Belanda
Pada masa penjajahan indonesia menerapkan sistem
perekonomian monopolis.dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan desuai
penguasa perdaganngan Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai
perdagangan Indonesia saat itu. Pada masa VOC berkuasa mereka nerap kan
peraturan dan strategi agar mereka tetep menguasai perekonomian Indonesia.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie
(kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi)
dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar
harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan
jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan
hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua
aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi
oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Masa
pendudukan Jepang
Pemerintah
militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi
mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya,
terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor.
Seperti
ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh
pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai
memenangkan perang Pasifik.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Lama
Pada
masa awal kemerdekaan perekonomian Indonesia amatlah buruk antara lain
disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi karena pada saat itu indonesia
menggunakan 4 mata uang, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret
1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada
bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal
Masa
ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong
importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan
membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada
importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi
agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun
usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan
tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a)Devaluasi
yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang
kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b)Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c)Devaluasi
yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp
1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih
tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Baru
Setelah
jatuhnya masa pemerintahan presiden Soekarno dan digantikan oleh presiden
Soeharto,banyak rencana untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih
maja dan mampu bersaing dengan negara lain. Pada masa ini perbaikan di bidang
ekonomi dan politik adalah prioritas utama. Program pemerintahan saat itu berorientasi
pada usaha mengontrol laju inflasai yang menjadi warisan dari pemerintahan
sebelumnya,penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah
melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata
pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem
etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran
dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari
salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian
secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu,
pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan
perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Reformasi
Pemerintahan
presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk
menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.
Masa
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah
yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
a)Meminta
penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke
perusahaan asing.
Masa
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan
kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
Kebijakan
yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah
satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November
2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut
Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi
kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah
revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada
pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF
sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi
mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun
wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya
laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan
jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal,
antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat
kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector
riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja
Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu
sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain
pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.
SUMBER:
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/11/pengertian-sistem.html
http://muttaqiena.blogspot.com/2008/06/analisa-sejarah-perekonomian-indonesia.html
http://www.animers.net78.net/sistem-perekonomian-indonesia/
http://www.creativebrain.web.id/media.php?action=readnews&id=84&title=Pengertian%20Sistem%20Menurut%20Para%20Ahli
Drs. Puji Suharjoko bapak SMA 7
Yogyakarta
http://koran.republika.co.id/koran/203/137181/Ekonomi_Indonesia_dari_Masa_ke_Masa